Rombongan UKL terdiri atas Nafisa ‘Nepi’ dan Erni sebagai tim inti pemanjat; Acep dan Harun sebagai supervisor; dan Ucok dan Iwa sebagai tim pendukung. Dua hari sebelumnya (5/7/2012) mereka berangkat dari Jatinangor pada pagi hari dan mencapai Cileungsi, Bogor, pada siang harinya. Setelah melaporkan kegiatan terlebih dulu ke Polsek Klapanunggal, mereka langsung meluncur ke lokasi tebing dengan ikut nebeng di truk pengangkut batu. Lokasi yang dituju memang dekat dengan area penambangan batu untuk pabrik semen Holcim.
Sore harinya, camp ditetapkan berada di lokasi tebing yang agak dalam, masuk sedikit dari jalan umum. Mereka mendirikan tenda, memasak untuk makan malam, dan beristirahat. Tempat yang dipilih tersebut tergolong sepi dan agak menakutkan. Orang Sunda mungkin akan menyebutnya matak keueung (membuat takut).
Nepi bersyukur, di hari kedua pun pemanjatan berjalan lancar. Kemarin, di hari pertama, Tim UKL memanjat di Tebing Luar. Semua berjalan dengan baik, berhasil sampai di puncak tebing, dan siang harinya mereka bisa makan siang di atas. Konon, lokasi tebing di Klapanunggal tersebut adalah tempat ‘main’ para pegiat panjat tebing dari seputaran Bogor dan sekitarnya. Tingkat kesulitannya untuk kategori sport cukup menantang, tetapi dapat dilalui oleh Tim dengan lancar. Data-data yang diperlukan juga sudah didapatkan. Tak lupa, foto-foto juga disimpan sebagai dokumentasi.
***
Seharusnya, malam itu adalah waktunya untuk Tim UKL beristirahat, begitu juga untuk Nepi. Kegiatan seharian sudah cukup menguras tenaga, apalagi besok masih ada kegiatan lanjutan, pemanjatan tebing lainnya. Tapi, ia maju-mundur memikirkan harus menuju tenda dan baru menurut setelah ‘dipaksa’ anggota Tim lainnya. Ia harus tidur, sebab kondisi fisik harus dijaga untuk agenda besok, masih ada aktivitas lain. Sesampainya di tenda, Nepi kembali berbagi ruang bersama Erni lagi.
Masalahnya adalah mimpi. Ya, mimpi yang menyeramkan! Malam sebelumnya, malam pertama menginap di camp itu, Nepi berkali-kali bermimpi didatangi anak kecil berkaus pink, berambut pendek, yang mukanya hancur. Kehadiran anak perempuan yang usianya ditaksir baru berusia tiga atau empat tahun itu membuat istirahatnya berantakan. Jauh dari nyenyak dan bahkan sampai mengalami diganggu ‘eureup-eureup’ segala, suatu keadaan tercekam, kaku, tak bisa bergerak, meskipun sebenarnya ingin berteriak.
Seharian tadi, sejak pagi, Nepi bisa melupakan soal mimpi buruk itu. Ia mengabaikannya, memilih masa bodoh karena banyak hal yang harus lebih dipikirkan. Untunglah, pemanjatan tebing mengalihkan seluruh perhatiannya. Tapi, sekarang waktu istirahat sudah tiba dan dia mau tak mau harus bersiap menghadapi rasa tegang dan takut yang tiba-tiba muncul lagi. Pada akhirnya, ia bisa tidur juga.
Tapi, sekitar jam tiga atau empat pagi, menjelang subuh, ia tersentak. Handphone-nya sudah kehabisan batere dan tidak bisa menyala, digantung di bagian atas tenda, di tempat penyimpanan barang-barang kecil semisal senter, HP dan lainnya. Tiba-tiba saja HP miliknya berbunyi di pagi buta itu. Sambil menahan kantuk, ia meminta Erni mengambilkan HP tersebut. Dilihatnya Erni sedang duduk di sampingnya, dengan posisi membelakangi. Erni mengambilkan HP tersebut tanpa menoleh kepadanya sama sekali. Nepi tak berpikir apa-apa, tertidur lagi.
Ketika pagi hari tiba, Nepi menemukan HP itu berada di genggaman tangannya. Seperti kondisinya tadi malam, alat itu memang sudah tidak bisa menyala. Seketika ia berpikir, kenapa alat itu tadi pagi bisa menyala? Pikiran yang segera dibuang jauh-jauh dulu, sebab hari ini gilirannya menjadi leader pemanjatan.
***
Pemanjatan hari ketiga sudah selesai. Sore harinya, Nepi dan Erni pergi ke mesjid yang lokasinya agak jauh dari camp. Barulah di perjalanan itu mereka bisa saling bercerita. Erni membuka pengakuannya, bahwa selama di camp mengalami mimpi-mimpi aneh dan ‘eureup-eureup’. Pengakuan yang segera diamini oleh Nepi, yang selama ini juga menyimpan rahasia horor yang sama. Bahkan yang terbaru Nepi menceritakan HP-nya yang tadi pagi menjelang subuh berbunyi, padahal setahunya sudah kehabisan batere. HP yang kemudian diambilkan Erni lalu diberikan pada Nepi.
Erni berkomentar singkat, "aku ga’ ngasihin HP ke kamu, Naf, aku kan tidur. Ga’ denger juga bunyi HP."
Nepi bete seketika. Jadi, yang mengambilkan HP itu siapa? Wujudnya persis Erni, dikuncir rambutnya, memakai kaos hitam, sama seperti yang dipakai Erni di pemanjatan hari sebelumnya.
***
Ada sebuah warung di dekat lokasi Tebing Klapanunggal. Nepi dan Erni pergi ke tempat itu untuk sekedar jajan. Ketika Nepi menanyakan siapa juru kunci Tebing (biasa disebut kuncen), Bapak Warung menjawab, “saya, Dek!” Barulah pada saat itu Tim UKL mengetahui ada kuncen di lokasi itu, karena pada saat datang pertama kali, warung tersebut sedang tutup. Dari Pak Kuncen, diketahui bahwa di tebing itu pernah juga ada yang jatuh, meskipun bisa diselamatkan. Pak Kuncen, merangkap Bapak Warung, menasihati Tim agar sering-sering berdo’a agar tidak mendapat ‘gangguan’.
Nyatanya, hingga hari ketiga mimpi horor Nepi masih berlanjut. Ia bermimpi sedang berjalan dengan seorang perempuan yang lebih tua usianya di sekitar tebing. Lalu, si anak kecil misterius datang lagi, menyuruhnya jangan dekat-dekat dengan perempuan yang sedang bersama Nepi. “Si Teteh itu mah jahat,” katanya.
Hari keempat dan kelima, gangguan sudah mereda. Target pemanjatan tercapai semua, dan tim kembali pulang dengan membawa keberhasilan. Laporan resminya disusun dan dipresentasikan. Tentu, dengan membuang kisah horor dan misteri yang menyelimutinya....
No comments:
Post a Comment